Apakah kotoran hewan semuanya najis?
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata:
Yang termasuk najis adalah kencing dan kotoran hewan yang haram dimakan.
Penjelasan:
Kencing dan kotoran setiap hewan yang haram dimakan seperti keledai, anjing, dan kucing dihukumi najis. Dalilnya adalah hadits dari Ibnu Mas’ud berikut.
أَرَادَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَنْ يَتَبَرَّزَ فَقَالَ : إِئْتِنِي بِثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ فَوَجَدْتُ لَهُ حَجْرَيْنِ وَرَوْثَةِ حِمَارٍ فَأمْسَكَ الحَجْرَيْنَ وَطَرَحَ الرَّوْثَةَ وَقَالَ : هِيَ رِجْسٌ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bermaksud bersuci setelah buang hajat. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, ‘Carikanlah tiga buah batu untukku.’ Kemudian aku mendapatkan dua batu dan kotoran keledai. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil dua batu dan membuang kotoran tadi. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, ‘Kotoran ini termasuk najis.’” (HR. Ibnu Khuzaimah, no. 70, 1:39)
Hal ini menunjukkan bahwa kotoran hewan yang tidak halal dimakan dihukumi najis.
Keledai termasuk hewan yang haram dimakan. Inilah pendapat mayoritas ulama. Di antara dalilnya adalah hadits Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى يَوْمَ خَيْبَرَ عَنْ لُحُومِ الْحُمُرِ الأَهْلِيَّةِ وَأَذِنَ فِى لُحُومِ الْخَيْلِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang pada perang Khoibar memakan daging keledai, dan beliau mengizinkan memakan daging kuda.” (HR. Bukhari, no. 4219 dan Muslim, no. 1941)
Kotoran Hewan yang Halal Dimakan Apakah Najis?
Kotoran ayam, sapi, kambing dan hewan yang halal dimakan apakah dihukumi najis?
Ada dalil-dalil yang perlu diperhatikan sebagai berikut.
Pertama:
Ada hadits dari Anas, ketika segerombolan orang datang dari ‘Ukel atau dari ‘Uraynah, disebutkan dalam hadits,
فَأَمَرَهُمُ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِلِقَاحٍ ، وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh mereka untuk meminum kencing dan susu dari unta perah.” (HR. Bukhari, no. 233)
Jika susu unta boleh diminum, maka kencingnya pula demikian dan itu disebutkan bersamaan dalam satu konteks. Kita ketahui bahwa unta adalah di antara hewan yang halal dimakan. Hadits ini jadi dalil dari ulama yang menyatakan sucinya kotoran atau kencing hewan yang halal dimakan.
Kedua:
Ada hadits pula dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau ditanya mengenai hukum shalat di kandang kambing,
صَلُّوا فِيهَا فَإِنَّهَا بَرَكَةٌ
“Silakan shalat di kandang kambing, di sana mendatangkan keberkahan (ketenangan).” (HR. Abu Daud, no. 184 dan Ahmad, 4:288. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih)
Imam Syafi’i menambahkan, kambing mendatangkan ketenangan dan keberkahan. Ketika ada yang shalat di kandang kambing, hewan itu tidak mengganggu dan tidak memutus shalat orang yang shalat. Dalam hadits ditunjukkan bolehnya shalat di kandang kambing dan tidak boleh shalat di kandang unta. Demikian disebutkan dalam ‘Aun Al-Ma’bud, 1:232.
Hadits di atas juga jadi dalil tidak najisnya kotoran kambing. Karena orang yang shalat di kandang kambing masih boleh. Padahal di kandang tersebut tak lepas dari kotoran. Kambing adalah hewan yang halal dimakan. Maka dari sini para ulama men-generalisir bahwa kotoran hewan yang halal dimakan itu suci, tidak najis.
Ketiga:
Kaedah yang mesti dipahami, “Hukum asal segala sesuatu adalah suci.”
Imam Asy-Syaukani menyatakan,
أَنَّ الأَصْلَ فِي كُلِّ شَيْءٍ أَنَّهُ طَاهِرٌ
“Hukum asal segala sesuatu adalah suci.” (Ad-Darar Al-Mudhiyyah, hlm. 57)
Ketika Imam Asy Syaukani ingin menunjukkan tidak semua kotoran hewan itu najis, beliau menambahkan penjelasan penting, “Jika dikatakan bahwa sesuatu itu najis, maka ini berarti membebani hamba dengan suatu hukum. Oleh karenanya, hukum asalnya, seseorang hamba terbebas dari beban dan seorang hamba tidak dibebani kewajiban dengan sesuatu yang masih kemungkinan (muhtamal) najis atau tidaknya sampai ada dalil yang menyatakan dengan jelas bahwa itu najis.” (Ad-Darar Al-Mudhiyyah, hlm. 57)
Keempat:
Ulama Malikiyyah, Hambali dan salah satu pendapat dalam madzhab Syafi’i menyatakan bahwa kotoran hewan yang halal dimakan adalah suci. Dalil yang digunakan adalah dalil yang telah disebutkan di atas.
Sedangkan ulama Hanafiyah, pendapat madzhab Syafi’i, seluruh kotoran hewan itu najis baik hewan yang halal dimakan ataukah hewan yang tidak halal dimakan.
Kesimpulannya, hukum asal segala sesuatu itu suci. Kotoran hewan yang haram dimakan itu najis sedangkan kotoran hewan yang halal dimakan itu suci.
Hukum Pupuk dari Kotoran Hewan
Pupuk dari kotoran hewan yang halal dimakan berarti tidak masalah. Namun bagaimana dengan pupuk dari kotoran hewan yang tidak halal dimakan? Berikut rinciannya.
1- Pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang najis yang sudah berubah bentuknya, jika dipandang tidak nampak lagi bentuk yang awal. Pupuk semacam ini tidak mengapa dimanfaatkan menurut pendapat yang lebih rajih (lebih kuat). Karena kotoran tersebut dihukumi sebagai zat baru (mengalami istihalah) sehingga pupuk seperti ini sah untuk diperjualbelikan.
2- Pupuk yang masih nampak kotoran yang najis, namun tidak mengalami istihalah atau perubahan menjadi wujud yang baru. Ada dua hal yang perlu dipahami hukumnya yaitu mengenai hukum pemanfaatan dan hukum jualbelinya.
Pupuk semacam ini boleh digunakan atau dimanfaatkan walau terdapat unsur najisnya.
Imam Nawawi juga berkata dalam Al-Majmu’, “Boleh memberi pupuk pada tanah dengan pupuk yang najis. Demikian dikatakan oleh penulis ketika menyebut dalam bab apa saja yang boleh diperjualbelikan. Hal ini disebutkan pula oleh ulama Syafi’iyah boleh, namun makruh. Imam Al-Haramain juga tidak melarangnya. Namun ada pakar yang lain yang menyelisihi pendapat ini. Akan tetapi, yang tepat, boleh pemanfaatan pupuk yang najis namun disertai makruh. ”
Jadi pemanfaatan pupuk dari kotoran najis masih dibolehkan. Namun bagaimana untuk jual beli pupuk dari kotoran najis? Ulama Hanafiyah masih membolehkannya. Sedangkan ulama Syafi’iyah mengatakan tidak boleh diperjualbelikan.
Bagaimana dengan kotoran manusia?
Ulama Hanafiyah yang masih membolehkan jual beli kotoran hewan yang najis, tetap tidak membolehkan jual beli kotoran manusia kecuali jika kotoran tersebut bercampur dengan tanah. Ulama Malikiyah masih membolehkan jual beli kotoran manusia.
Wallahu a’lam yang rajih (pendapat yang kuat), tetap masih dibolehkan jual beli pupuk najis di saat hajat (butuh) walaupun kotoran tersebut tidak berubah wujud jadi zat baru yang lain.
Referensi:
Ad-Darar Al-Mudhiyyah Syarh Ad-Durar Al-Bahiyyah. Cetakan pertama, Tahun 1432 H.Al-Imam Muhammad bin ‘Ali Asy-Syaukani. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah. Penerbit Kementrian Agama Kuwait.
Al-Mukhtashar fi Al-Mu’amalaat. Cetakan Tahun 1431 H. Prof. Dr. Kholid bin ‘Ali bin Muhammad Al-Musyaiqih. Penerbit Maktabah Ar-Rusyd.
‘Aun Al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Abu ‘Abdirrahman Saraful Haqq Muhammad Asyraf Ash-Shidiqiy Al-‘Azhim Abadiy. Penerbit Darul Fayha’.
Referensi Web:
http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&lang=A&Id=40327
—
Diselesaikan di Perpus Rumaysho, Kamis pagi, 23 Dzulhijjah 1438 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com